Dampak Buruk Stunting pada Anak dan Cara Mencegahnya

Tahukah kamu? Pada tahun 2022 lalu, Indonesia menempati urutan keempat sebagai negara penyumbang angka stunting terbesar setelah India, Nigeria, dan Pakistan. Sedangkan di lingkup Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Papua Nugini. NTT adalah provinsi dengan angka stunting tertinggi sebesar 37,8%. Sedangkan, provinsi dengan angka stunting terendah adalah Bali dengan skor 10,9%. Lalu, sebenarnya apa sih stunting itu? Menurut PP No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, stunting merupakan gangguan tumbuh kembang anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis serta infeksi yang berulang. Gangguan ini ditandai dengan tinggi badan yang berada di bawah standar dan tidak sesuai dengan usianya.

Stunting dapat dialami oleh berbagai lapisan masyarakat. Namun pada umumnya, anak stunting lebih banyak ditemui pada keluarga dengan riwayat pendidikan orang tua tidak tamat sekolah dasar, ibu yang terlalu muda, serta anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Dalam hal ini, keluarga miskin cenderung memiliki prevalensi angka stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang hidup berkecukupan. Fakta tersebut diperkuat oleh Rahman & Rahman (2021) melalui penelitiannya yang berjudul “Poverty and Childhood Malnutrition”. Dalam penelitian tersebut, disebutkan bahwa kondisi stunting biasanya disebabkan oleh pola makan yang tidak memadai, kekurangan asupan gizi pada ibu dan anak, tingkat pendidikan yang rendah, serta standar hidup yang buruk. Selain itu, faktor lain yang bisa menjadi penyebab stunting pada anak adalah pemberian ASI yang tidak eksklusif serta kurangnya/tidak adanya akses terhadap fasilitas kesehatan, air bersih, dan sanitasi yang baik (Halodoc, 2023).

Lalu kira-kira apa saja sih dampak buruk stunting pada anak? Dilansir dari laman Kominfo.go.id (2021), stunting ternyata tidak hanya memengaruhi kesehatan dan pertumbuhan fisik anak, tetapi juga berdampak jangka panjang pada kognisi, kemampuan belajar, dan produktivitas di masa dewasa. Dalam hal kecerdasan, anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki skor IQ yang rendah serta gangguan perkembangan otak. Bahkan lebih buruknya lagi dalam jangka panjang, seperti dikutip dari laman The Power of Nutrition, orang yang mengalami stunting pada masa kanak-kanak cenderung berpenghasilan 20% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengalami stunting. Dampak jangka panjang lainnya adalah pada saat dewasa anak menjadi berisiko lebih besar mengidap penyakit diabetes dan kanker serta mengalami kematian dini.

Dari penjabaran permasalahan di atas, dapat dipahami bahwa perlu dilakukan upaya pencegahan stunting pada anak sedini mungkin. Beberapa pakar kesehatan menganjurkan upaya pencegahan ini dilakukan pada usia 1000 hari pertama kehidupan anak. Dalam hal ini, stunting dapat diatasi untuk tidak menjadi stunting atau dikoreksi di 1000 hari kehidupan anak. Sehingga ketika bayi lahir sampai usia dua tahun masih bisa dilakukan modifikasi dan intervensi supaya tidak menjadi stunting. Pengobatan stunting sebenarnya juga bisa dilakukan hingga anak berusia lima tahun. Namun, setelah lewat dari usia balita, efektivitas pengobatannya akan lebih sulit untuk mencapai kesembuhan 100% karena anak sudah mulai berkembang (Nutriclub, 2023). Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting pada anak:

  • Periksa Kehamilan Secara Rutin. Kunci utama dalam pencegahan stunting harus dimulai sejak masa kehamilan. Sebab stunting dapat terjadi sejak dalam kandungan dan gejalanya akan nampak saat anak berusia dua tahun. Jadi, sangat penting untuk ibu hamil agar rutin memeriksakan kesehatan diri serta kondisi kandungan dari mulai terkonfirmasi hamil sampai menjelang melahirkan. Kontrol kandungan ke dokter juga dapat menambah edukasi dan pemahaman tentang nutrisi yang baik dikonsumsi selama masa kehamilan untuk mengurangi risiko hambatan pertumbuhan janin.
  • Memenuhi Kebutuhan Gizi Sejak Hamil. Masih berkaitan dengan poin pertama, penting bagi ibu hamil untuk selalu bisa memenuhi gizi sejak masa kehamilan lewat makanan sehat dan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter. Nutrisi utama yang dibutuhkan selama kehamilan adalah kalori, asam folat, protein, kalsium, zat besi, sampai Vitamin A, C, dan D.
  • Memberi ASI eksklusif minimal 6 bulan. Menyusui secara eksklusif minimal selama enam bulan ternyata berpotensi mengurangi risiko stunting pada anak sejak usia dini berkat kandungan gizi mikro dan makronya. Sebagai contoh, protein whey dan kolostrum yang terdapat pada ASI pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang masih rentan.
  • Memberikan MPASI Lengkap dan Bergizi. Setelah usia enam bulan, beberapa pakar kesehatan yang tergabung dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan ASI tetap diteruskan sampai usia dua tahun dengan didampingi pemberian menu MPASI lengkap yang bergizi seimbang dan memadai. Artinya, ibu hamil harus bisa memastikan makanan yang dipilih sebagai MPASI bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting, misalnya protein, karbohidrat, hingga zat besi, zinc, dan vitamin A. 
  • Terus Memantau Tumbuh Kembang Anak. Selanjutnya, tindakan pencegahan stunting bisa dengan melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak secara teratur, idealnya setiap bulan. Anda dapat membawa si kecil ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya secara teratur untuk melakukan pemantauan dan pemeriksaan agar mendapat diagnosis yang tepat.
  • Melakukan Imunisasi. Pencegahan stunting juga perlu dilakukan dengan memperhatikan pemberian imunisasi.  Sebab pemberian vaksinasi sesuai dengan jadwal imunisasi memiliki peran penting dalam merangsang sistem kekebalan tubuh anak untuk melindungi dari berbagai penyakit. Menurut IDAI, anak-anak diwajibkan untuk menerima vaksin secara rutin sesuai dengan jadwal yang ditentukan mulai dari saat baru lahir hingga mencapai usia 18 tahun.
  • Selalu Menjaga Kebersihan Lingkungan. Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan tertular penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan risiko stunting. Stunting juga dapat disebabkan oleh penyakit infeksi yang berulang. Studi yang dilakukan di Harvard School of Public Health menyebutkan diare kronis adalah faktor ketiga yang menyebabkan stunting. Seperti yang kalian ketahui, salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.

Referensi:

Adityasari, M. P. (2023, August 11). Cara pencegahan stunting pada masa golden age anak. Nutriclub. Retrieved from https://www.nutriclub.co.id/artikel/tumbuh-kembang/1-tahun/pencegahan-stunting.

Kominfo. (2021, February 2017). Indonesia cegah stunting, Antisipasi generasi stunting guna mencapai Indonesia emas 2045. Kominfo.go.id. Retrieved from https://www.kominfo.go.id/content/detail/32898/indonesia-cegah-stunting-antisipasi-generasi-stunting-guna-mencapai-indonesia-emas-2045/0/artikel_gpr.

Makarim, F. R. (2023, December 19). Stunting: Gejala, penyebab, dan pengobatan. Halodoc. Retrieved from https://www.halodoc.com/kesehatan/stunting.

Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Rahman, M. A., & Rahman, M. S. (2021). Poverty and childhood malnutrition: Evidence-based on a nationally representative survey on Bangladesh. Plos One, 16(8), 1-18. doi: 10.1371/journal.pone.0256235.

The Power of Nutrition.  (n.d). The impact of malnutrition. Retrieved from https://www.powerofnutrition.org/the-impact-of-malnutrition/#:~:text=Children%20suffering%20from%20stunting%20may,than%20their%20non%2Dstunted%20counterparts.